Makna "Rakyat Jelata": Pergeseran Konteks Sosial dan Implikasinya dalam Era Modern

Daftar Isi

 


PROSAFE.CO.ID - Bahasa adalah elemen dinamis dalam kehidupan manusia.

Kata-kata tidak hanya merepresentasikan ide, tetapi juga mencerminkan perubahan budaya, sosial, dan politik.

Baru-baru ini, istilah "rakyat jelata" kembali menjadi perbincangan hangat setelah digunakan oleh Juru 

Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan, Adita Irawati.

Penggunaan istilah ini memicu polemik di kalangan masyarakat.

Hal ini memperlihatkan betapa pentingnya memahami pergeseran konteks sosial dalam penggunaan bahasa.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), "rakyat jelata" didefinisikan sebagai "rakyat biasa."

Namun, makna ini telah mengalami perubahan di benak masyarakat.

Istilah tersebut kini dianggap bernada merendahkan.

Fenomena ini menimbulkan pertanyaan penting.

Bagaimana pergeseran konteks sosial memengaruhi persepsi terhadap istilah tertentu?

Apa implikasinya dalam komunikasi publik?

Makna Asli "Rakyat Jelata" dan Relevansinya dengan KBBI

Secara etimologis, istilah "rakyat jelata" berasal dari kombinasi kata "rakyat" yang berarti penduduk suatu negara dan "jelata" yang merujuk pada kelompok biasa atau non-bangsawan.

Dalam konteks sejarah, istilah ini sering digunakan untuk membedakan masyarakat umum dari kelas elite atau bangsawan.

Menurut KBBI, "rakyat jelata" adalah sinonim dari "rakyat biasa."

Artinya, secara formal, istilah ini tidak memiliki konotasi negatif.

Namun, dalam praktiknya, persepsi masyarakat terhadap istilah tersebut berbeda.

Kata "jelata" kini sering dikaitkan dengan ketidakberdayaan atau status sosial yang rendah.

Hal ini membuatnya dianggap kurang sopan saat digunakan dalam konteks tertentu.

Pergeseran Makna dalam Konteks Sosial

Bahasa tidak statis; ia berubah seiring waktu.

Pergeseran makna kata "rakyat jelata" mencerminkan perubahan sosial dan budaya di Indonesia.

Pada masa lalu, penggunaan istilah ini umum dalam wacana formal, terutama dalam konteks politik atau sastra.

Namun, di era modern yang lebih egaliter, istilah ini dianggap ketinggalan zaman dan bernada peyoratif.

Beberapa faktor yang memengaruhi pergeseran ini meliputi:

  1. Perubahan Struktur Sosial
    Di era modern, masyarakat semakin menolak hierarki sosial yang kaku.
    Istilah seperti "rakyat jelata" dianggap tidak sesuai dengan semangat egalitarianisme dan demokrasi.

  2. Sensitivitas Bahasa di Era Digital
    Media sosial telah memberikan ruang bagi masyarakat untuk mengungkapkan pendapatnya secara langsung.
    Sebuah istilah yang dianggap tidak sensitif atau merendahkan dapat dengan cepat memicu reaksi keras.
    Hal ini terlihat dalam kasus "rakyat jelata."

  3. Peningkatan Kesadaran Berbahasa
    Pendidikan yang lebih merata dan akses informasi yang luas membuat masyarakat lebih kritis terhadap penggunaan bahasa.
    Terutama bahasa yang digunakan oleh pejabat publik.

Kasus Adita Irawati: Ketidaksengajaan yang Menuai Kontroversi

Dalam konteks ini, pernyataan Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan, Adita Irawati, menjadi ilustrasi nyata tentang pentingnya memahami pergeseran makna bahasa.

Dalam sebuah tanggapan terhadap hinaan yang dilontarkan kepada seorang pedagang es teh, Adita menggunakan istilah "rakyat jelata" untuk merujuk pada masyarakat biasa.

Meskipun Adita telah menjelaskan bahwa istilah tersebut diambil dari definisi KBBI, respons masyarakat menunjukkan bahwa makna formal tidak selalu sejalan dengan persepsi publik.

Banyak yang menganggap istilah ini tidak pantas dan merendahkan.

Akibatnya, Adita meminta maaf dan berjanji untuk lebih berhati-hati dalam penggunaan bahasa ke depannya.

Pentingnya Memahami Konteks Sosial dalam Komunikasi Publik

Kasus ini memberikan pelajaran penting bagi kita semua, terutama bagi para pemimpin dan pejabat publik.

Dalam komunikasi, memahami konteks sosial sama pentingnya dengan memahami makna formal kata-kata.

Beberapa poin yang dapat menjadi perhatian adalah:

  1. Bahasa sebagai Representasi Nilai Sosial
    Kata-kata yang digunakan dalam komunikasi publik mencerminkan nilai-nilai yang dianut oleh pengguna bahasa.
    Dalam kasus ini, istilah "rakyat jelata" menunjukkan perlunya kehati-hatian dalam memilih kata yang dapat diterima oleh audiens luas.

  2. Sensitivitas terhadap Perubahan Makna
    Pergeseran makna adalah fenomena alami dalam bahasa.
    Namun, pejabat publik perlu peka terhadap perubahan ini agar komunikasi mereka tidak disalahartikan.

  3. Pentingnya Uji Publik sebelum Pernyataan Resmi
    Sebelum menyampaikan pernyataan resmi, penting untuk melakukan uji publik atau konsultasi dengan ahli bahasa.
    Hal ini untuk memastikan bahwa istilah yang digunakan tidak memiliki potensi memicu kontroversi.

Implikasi Pergeseran Makna bagi Komunikasi di Era Modern

Pergeseran makna bahasa tidak hanya relevan dalam komunikasi publik, tetapi juga berdampak pada banyak aspek lain dalam kehidupan modern.

Beberapa implikasi yang dapat kita soroti adalah:

  1. Pendidikan Bahasa dan Literasi Digital
    Pendidikan bahasa harus mencakup pemahaman tentang pergeseran makna dan sensitivitas budaya.
    Literasi digital juga menjadi penting untuk membantu masyarakat memahami konteks komunikasi di media sosial.

  2. Tantangan dalam Media dan Jurnalisme
    Media harus berhati-hati dalam memilih diksi, terutama ketika melaporkan pernyataan publik.
    Kesalahan dalam memahami konteks sosial dapat merusak reputasi sebuah institusi atau individu.

  3. Pengaruh Globalisasi terhadap Bahasa Lokal
    Globalisasi membawa pengaruh besar pada bahasa lokal.
    Termasuk adopsi istilah asing yang mungkin menggeser makna kata-kata dalam bahasa asli.

Kasus "rakyat jelata" mengingatkan kita bahwa bahasa bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga cermin dari dinamika sosial dan budaya.

Pergeseran makna adalah hal yang wajar, tetapi dapat menimbulkan konsekuensi serius jika tidak dipahami dengan baik, terutama dalam komunikasi publik.

Sebagai masyarakat modern, kita perlu meningkatkan kesadaran akan pentingnya sensitivitas bahasa.

Para pemimpin dan pejabat publik memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa kata-kata yang mereka gunakan mencerminkan semangat inklusivitas dan penghormatan terhadap semua lapisan masyarakat.

Dengan memahami pergeseran konteks sosial dan berkomunikasi dengan bijak, kita dapat membangun hubungan yang lebih harmonis di tengah masyarakat yang semakin beragam dan kritis.